Lokasi : sebuah kamar kost putri
Situasi : Gadies baru pulang ke kost-kostannya dan Red sedang membaca di ranjangnya.
"Eh, Dies. Kemana aja? Aku cariin di kampus tadi kok ga ada?"
Red, temen sekampus, sejurusan, sekamar, sekost, senasib, dan sepenanggungan Gadies yang merupakan salah satu mahasiswi Ekonomi Akuntansi di salah satu universitas terkenal di kota Grandville, menyapa Gadies yang baru saja pulang ke kost-kostannya.
Red yang sedang asyik membaca novel Supernatural pun terpaksa menghentikan sejenak keasyikannya dan mendengarkan penjelasan dari sohibnya itu.
"Aku tadi lagi ngajarin Silv, Keane, dan mLn. Mereka minta aku ajarin buat jurnal, AJP, dkk. Soalnya senin kan udah mulai musim UAS jadi sekedar les privat singkat gitu," jelas Gadies sambil menaruh tas slempangnya di atas ranjangnya.
"Ow, gitu yach?! Enak yach kalo jadi orang pinter, udah kayak artis, diuber-uber," ujar Red sambil tersenyum simpul dan melanjutkan membaca novel tersebut.
"Justru sekarang aku capek banget nih, abis ngajarin mereka. Apalagi Silv, aku ajarin berulang-ulang dia ga ngerti-ngerti juga. Capek deh. Ya udah, aku mo mandi dulu abis itu langsung bobo."
Gadies mengambil perlengkapan mandinya dan menuju ke kamar mandi.
1 jam kemudian,
"Dies, kok lama banget sih mandinya? Kamu mandi susu yach?"
Red berteriak memanggil Gadies yang tak kunjung keluar dari kamar mandi. Namun tak terdengar sahutan dari dalam kamar mandi.
Red yang curiga karena tak mendengar suara Gadies pun beranjak dari tempat tidurnya dan menghampiri pintu kamar mandi.
Red mulai mengetok-ngetok pintu dan memanggil-manggil Gadies, "Dies...Dies..."
Karena Gadies tak kunjung menyahut, Red pun berinisiatif untuk meminta bantuan bu Delima, ibu kost di tempat Red dan Gadies ngekost.
"Bu, bu Delima. Tolong saya, bu. Bu, bu Delima...," ujar Red panik dan mengetok-ngetok pintu kamar Bu Delima.
Tak berapa lama Bu Delima membuka pintu, "Ada apa, Red?"
"Gadies, bu. Udah lama di kamar mandi, ga keluar-keluar. Saya panggil-panggil, ga disahut. Saya khawatir terjadi sesuatu sama Gadies. Tolong saya, bu," jelas Red panik.
Lalu Bu Delima dengan berpakaian daster dan rol di rambutnya keluar dari kamarnya bersama dengan Red menuju ruangan pak Casper, sekuriti di kost-kostan itu.
Bu Delima pun menyuruh pak Casper untuk membuka pintu kamar mandi Gadies dengan kunci duplikat. Setelah pintu terbuka, tampak Gadies telah bersimbah darah dengan beberapa luka tusukan di badannya. Red dan bu Delima pun syok melihatnya.
"Arrgggg...."
------------------------------------
Besok paginya, di kamar motel Sam dan Dean,
"Eh, Dean. Aku baru aja baca koran pagi ini. Katanya, semalam terjadi pembunuhan misterius di kost-kostan bu Delima. Korbannya bernama Gadies, umur 21 tahun, mahasiswi Akuntansi. Tubuhnya ditemukan tak bernyawa di dalam kamar mandi dengan 13 luka tusukan. Yang anehnya lagi tidak ditemukan barang bukti yang berupa alat penusuk dan jejak si pelaku," ujar Sam sambil membaca ulang koran yang dipegangnya di hadapan Dean yang lagi menikmati sarapannya dengan mulut penuh makanan.
"Itu baru aneh namanya," jawab Dean sambil mengunyah makanannya dan menumpahkan sedikit makanan dari mulutnya.
"Dean! Kau menumpahkan makanan di ranjangku," teriak Sam sambil mencoba menyelamatkan tempat tidurnya.
"Sorry, sorry, my false." Dean berusaha untuk mengelap ranjang Sam yang terlanjur ternoda oleh makanan Dean. Apalagi Dean makan burgo, kuahnya yang berwarna kuning itu akan susah untuk hilang dari seprai Sam.
"Of course that’s your fault," ujar Sam geram.
"Udah, udah. Jangan ngambek. Ayo, kita ke TKP sekarang."
Dean yang telah selesai dengan sarapannya langsung beranjak dan berpura-pura tidak bersalah.
"Dean!"
------------------------------------
Setibanya di kost-kostan bu Delima,
"Excuse me. Kami dari kepolisian ingin mengintrogasi perihal kematian sdri Gadies," ujar Dean sambil menunjukan kartu identitas palsunya kepada bu Delima.
"Bukannya semalem polisi sudah mengintrogasi? Kok sekarang introgasi lagi?"
Bu Delima yang belum sempat melepas rol di rambutnya tampak bingung.
"Oh, kalo yang semalem itu cuma untuk mengisi berita acara kematian saja. Saya dan rekan saya ini detektif yang akan mengungkap misteri kematian sdri Gadies. Oleh karena itu, saya perlu keterangan yang lebih detail," ujar Dean yang mencoba meyakinkan dengan tampang lugunya.
"Oh, gitu yach?!" Bu Delima masih memasang wajah bingungnya tapi berhubung detektifnya ca’em-ca’em jadi bu Delima bersedia untuk diwawancarai lagi.
"Perkenalkan, mam. Saya officer Jason dan ini rekan saya, officer Wade."
"Hi, nice to meet you," ujar Sam sambil berjabat tangan dengan bu Delima.
"Hi. Ok, kalo gitu kita bicara di dalam saja," ajak bu Delima.
Sam dan Dean pun masuk ke dalam dan langsung beraksi.
"Ok, bu Delima. Kita langsung saja. Bisa ibu ceritakan kronologis kejadiannya secara detail?" Dean memulai aksinya.
"Hm, officer Wade bisa tolong aku untuk mencatat hasil pembicaraan ini?" Dean meminta Sam dengan nada memaksa.
"Ok," Sam, yang keliatannya masih kesal dengan perlakuan Dean terhadap ranjangnya, mengambil notes dan pena dari saku jaketnya.
Sebelum bu Delima sempat menjawab tiba-tiba datanglah Ta2, anak semata wayangnya bu Delima. Ta2 juga kuliah di kampus yang sama dengan Gadies dan Red tapi berbeda jurusan.
"Mom, who’s coming?"
"Ini, pak detektif yang mau menyelidiki kematian Gadies."
"Hi, officer. My name is Ta2," ujar Ta2 sambil mengulurkan tangan kepada Sam dan Dean.
Dean pun menyambutnya dengan senang, "Hi, i’m officer Jason."
Dilanjutkan oleh Sam, "I’m officer Wade."
"Hi, officer Wade," ujar Ta2 genit.
"Hm, bisa kita lanjutkan?" potong Dean.
"Baiklah. Sebenernya yang tau pasti tentang kejadian malam itu adalah Red. Saya hanya membantu Red yang sedang panik karena Gadies sudah lama tidak keluar-keluar dari kamar mandi dan saya menyuruh pak Casper, sekuriti di sini untuk membuka pintu kamar mandi dengan kunci duplikat. Dan tiba-tiba kami menemukan...menemukan...hu...hu..."
"Maaf, pak. Tampaknya ibu saya masih syok dengan kejadian itu," ujar Ta2 sambil mencoba menenangkan ibunya yang terlihat menitikan air mata.
"Oh, hm. Begitu. Maafkan saya, bu Delima," jawab Dean.
"Hm...hm... kalo begitu bisa kami bertemu dengan sdri. Red?" Tanya Sam.
"Bisa. Tapi jam segini Red lagi ada kuliah. Kalo mas-mas mo nunggu, silakan saja. Saya dengan senang hati akan menemani kalian," jawab Ta2 sambil mengedipkan matanya beberapa kali.
"Hm, mungkin kami bisa melihat TKP-nya sekarang? Sambil menunggu Red tentunya."
"Ok. Aku akan mengantar kalian ke kamarnya Gadies dan Red," ujar Ta2 menawarkan diri sambil bersiap-siap untuk menuju ke kamar Gadies diikuti oleh Sam dan Dean.
"Ma, aku nganter mereka yach?!"
"Iya. Hati-hati, nak. Hu...hu...," jawab bu Delima yang masih terlihat sesegukan.
------------------------------------
Di perjalanan menuju kamar Gadies dan Red,
Terlihat Ucha dan Diaz, anak kost di situ juga, sedang asyik mengobrol di depan kamarnya. Sam, Dean, dan Ta2 pun lewat di depan mereka.
"Eh, Ta. Siapa 2 cowok ganteng ini?" Tanya Diaz usil.
"Eh, iya. Ini pak detektif yang akan menyelidiki kematian Gadies."
"Kenalin donk ama kita-kita," ujar Ucha genit.
"Hi, ladies. My name is Jason and this is my partner, Wade," Dean pun langsung memperkenalkan diri tanpa sungkan-sungkan.
"Hi, nama saya Ucha."
"Hi, nama saya Diaz."
"Ok. Kita langsung aja menuju ke kamar Gadies," lanjut Ta2.
"Kami ikut yach?" Ucha dan Diaz langsung mengikuti barisan Sam, Dean, dan Ta2.
"Boleh kok," ujar Dean sambil senyum-senyum.
Lalu mereka melanjutkan perjalanan menuju kamar Gadies.
------------------------------------
Sesampainya di kamar Gadies, Ta2 membuka kunci pintu kamar.
"Ladies, you all must wait here. Kami mau melihat-lihat dulu kondisi di dalam kamar," usul Dean.
"Ok. Kami tunggu di sini yach... officer Jason," ujar Diaz genit dan dibalas senyuman oleh Dean.
Sam dan Dean segera masuk ke dalam dan para gadis menunggu di luar sambil ngerumpi.
Mereka pun segera mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk kematian Gadies yang misterius. Mereka mencari mulai dari sudut-sudut tempat tidur, lantai, laci-laci lemari, dan ...
"Sam! I found it!" Dean berteriak histeris.
"What you find, Dean?" Ujar Sam sambil menghampiri Dean.
Dean pun mengangkat sebuah benda yang ditemukannya di laci lemari.
"What’s that?"
"The bra," jawab Dean singkat.
"Yang boneng, Dean. Di saat seperti ini, kau masih bisa maen-maen," ujar Sam kecewa dan melanjutkan pencariannya lagi.
Kemudian mereka pun mencari ke tempat kejadian pembunuhan tersebut, yaitu kamar mandi.
"Iyach...cewek-cewek ini ga pernah menyikat kamar mandi mereka apa? Gila, jorok banget. Banyak darah yang berceceran dan baunya anyir banget," keluh Dean sambil menutup hidungnya.
"Dean, kamu lupa di sini kan tempat kejadian pembunuhan itu. Yaeyalah banyak darah."
"Oh, iya yach. Aku ampir lupa. Hehehe..."
Lalu mereka pun mulai melanjutkan pencarian mereka di dalam kamar mandi. Setelah 7 menit 53 detik mereka mencari-cari maka... "Dean, aku menemukan sesuatu!"
"Apa, Sam?" Ujar Dean sambil menghampiri Sam.
"Coba kamu liat di sudut deket kloset itu. Sepertinya ada benda gaib di sini."
Ternyata Sam menemukan sebuah benda yang dibungkus dengan kain hitam dan menyerupai boneka. Pada badan boneka itu bertuliskan "GADIES".
Dean pun bergegas mengambil pematik dari saku celananya dan membakar boneka itu segera, "Hufs...," dan menjadi berkeping-keping.
"Tampaknya ada yang mencoba bermain-main dengan ilmu hitam, Sam."
"Tapi siapa? Dan kenapa bonekanya justru ada di lokasi, Dean?"
Dean dan Sam pun saling menatap.
------------------------------------
"Girls! Kami telah melakukan penyelidikan terhadap TKP. Terima kasih telah membantu kami," ujar Dean setelah keluar dari kamar Gadies diikuti oleh Sam.
"Hm... officer Jason, officer Wade mau ga makan siang bareng kami. Hari kan udah siang, panas dan mas detektif pasti laper setelah melakukan penyelidikan seharian. Mas-mas detektif harus mencoba masakan kami. Kami ini pinter masak semua. Mau yach makan siang bareng kami. Mau yach? Mau yach? Yach? Yach? Yach? Yach?" Desak Ucha, Diaz, dan Ta2.
"Hm... baiklah. Lagipula kami tidak terlalu terburu-buru," jawab Dean sambil senyum-senyum.
Mereka pun menuju ke rumah bu Delima. Di sana mereka makan siang bersama sambil bersenda gurau. Tidak terasa waktu sudah menunjukan jam 04.00 PM.
"Eh, iya. Kalo jam segini, Red udah pulang belom? Mumpung kami masih ada di sini, skalian mengintrogasi dia," potong Sam yang baru inget dengan Red.
"Hm, seharusnya sih udah pulang. Tapi kok ga ada suara Red yach? Biasanya kalo dia pulang pasti mampir di sini dulu, makan malem di sini," jawab Ta2 sambil melongokan kepalanya ke arah pintu.
"Kalo gitu, aku panggil Red dulu deh," lanjut Ta2 sambil bergerak menuju kamar Red.
Tak berapa lama kemudian, Ta2 pun kembali.
"Mana Rednya?" Tanya Ucha.
"Ga ada. Kayaknya dia belom pulang," jawab Ta2 sambil menaikan bahunya.
"Kemana yach? Ga biasanya Red pulang lewat dari jam 3 sore," ujar bu Delima cemas.
Tidak lama kemudian, "Krii.....ing," telepon bu Delima berbunyi.
Ta2 mengangkat telepon yang berdering itu, "Halo? Iya, bener ini tempat kostnya Red?!
Gimana, pak? Apa? Sekarang dia ada di mana? Ok. Baiklah saya akan segera ke sana.
Terima kasih." Ta2 tampak pucat setelah mendengar kabar dari telepon tadi.
"Ada apa, Ta?" tanya Diaz.
"Red... red... red... meninggal dunia," ujar Ta2 sambil menitikan air mata.
"Oh, no," Diaz, Ucha, dan ibu Delima pun ikut menitikan air mata.
"Kalo gitu, ayo kita menuju ke rumah sakit tempat Red dirawat," ajak Sam.
Mereka berenam pun langsung pergi menuju ke rumah sakit naik impala.
------------------------------------
Sesampainya di kamar jenazah,
"Reeeed....," teriak keempat perempuan itu sambil menangis saat melihat jenazah Red yang sudah membujur kaku di ranjang jenazah.
Di depan kamar jenazah itu, tampak beberapa orang yang merupakan teman Red di kampus.
"Hm, saudari siapanya Red yach?" tanya Dean sambil mendekati salah seorang yang merupakan salah satu teman kampusnya Red.
"Saya Keane, adik tingkatnya Red," jawab Keane.
"Hm, kalo yang ini siapa?" tanya Sam sambil menunjuk salah seorang cewek yang ada di samping Keane.
"Ini mLn, sahabat saya. Kami sama-sama adik tingkat Red dan kami lah yang menemukan Red sudah tidak bernyawa lagi di WC putri kampus," jawab Keane sekali lagi.
"Hm... kalian siapa yach? Sepertinya wajah kalian tidak asing lagi?" Keane balas bertanya.
"Oh, kami adalah detektif yang sedang menyelidiki kematian Gadies. Rencananya kami akan mengintrogasi Red perihal kematian Gadies yang misterius tapi ternyata..." jawab Sam ikut prihatin.
"Jika kalian yang menemukan Red, bisa kami mengintrogasi kalian sebentar?"
"Oh, bisa."
Mereka pun menyingkirkan diri ke bawah pohon yang letaknya tidak jauh dari kamar jenazah.
"Hm...bagaimana kalian bisa menemukan Red di WC putri?" Dean memulai pengintrogasian.
"Hm, begini ceritanya. Sekitar jam 1 siang, saya dan Keane mo ke WC untuk benerin bulu mata palsu saya yang melorot dan Keane mo memperbaiki make up-nya yang udah mulai nipis, soalnya udah siang bolong sih. Terus di dalam WC itu kami bertemu dengan mbak Red. Sepertinya dia abis pipis dan sedang mencuci tangannya di wastafel. Pada saat itu saya marah-marah soalnya ternyata bulu mata palsu saya yang sebelah kanan ilang karena ketiup angin dan bilang begini, ‘Dasar angin sialan. Bulu mata ini belinya mahal tau, pake diterbangin segala. Aduh, gimana nih Keane?’ Lalu Keane menjawab sambil menambah bedak di bagian pipinya, ‘Ya, kamu lepasin aja yang satu lagi supaya ga keliatan aneh’ lalu aku jawab lagi, ‘Keane, bulu mata aku ini udah aku gundulin, ntar kalo aku buka bulu mata yang palsu ntar kayak setan’ terus..."
"Hm, mLn langsung aja deh ke inti permasalahannya. Kayaknya soal bulu mata bisa kita lewatkan," potong Sam sambil tersenyum.
"Ok deh, kalo kamu maunya gitu," jawab mLn tampak tersipu malu melihat senyum Sam yang menggoda.
"Nah, saat kami bercakap-cakap soal... ntu. Wajah mbak Red tampak terlihat pucat.
Mbak Red mulai batuk-batuk dan batuk-batuk lagi dan batuk lagi dan keliatannya mbak Red ada penyakit TBC deh soalnya ga lama kemudian dari mulutnya mbak Red keluar darah dan blak... mbak Red terkapar di lantai," mLn menebak-nebak.
"Oh, begitu yach?! Bagaimana menurutmu, Officer Jason? Officer Jason? Officer Jason!" Sam mencoba menyadarkan Dean yang sedang asyik sendiri dengan Keane.
"Oh, of course my name is officer Jason," ujar Dean yang sudah tersadar dari keasyikannya.
"Yes, we know your name is officer Jason. So we need your opinion about what mLn told us. Now!" ujar Sam yang terlihat geram dengan tingkah Dean.
"Hm...ehm, saya rasa kita akan mengabari kalian lagi jika kami butuh keterangan lainnya.
Untuk sekarang cukup sampai di sini dulu. Terima kasih Keane dan mLn." Dean langsung beranjak dari tempat duduknya sambil menyalami kedua cewek tersebut.
"Bye...laen kali hubungi kami lagi yach, pak?!" ujar mLn dan Keane sambil melambaikan tangan dengan senyum-senyum.
"Dean, apakah menurutmu keterangan dari mLn itu sudah cukup?" Bisik Sam.
"Sebenernya.... aku tidak mendengarkan penjelasan mLn tadi...Tapi kau sudah dengar penjelasannya bukan?! Aku harus menjaga gengsiku di depan wanita. Masa’ aku mo nyuruh dia ngulang keterangannya tadi, ntar aku disangka tulalit lagi," Dean menjelaskan dengan senyum-senyum.
"Dan aku rasa kita perlu mengorek informasi dari pihak lainnya," ujar Dean memasang nada serius.
Kemudian Dean dan Sam pun menuju ke ruangan dokter yang mem-visum Red.
------------------------------------
Di ruangan dokter,
Dean dan Sam mengetok pintu ruangan, "Tok....tok...tok..."
"Masuk!" Sahut Dr. DMC dari balik pintu.
Dean dan Sam pun tak sungkan-sungkan lagi. Mereka langsung mencari posisi masing-masing dan duduk di depan meja Dr. DMC.
"Selamat sore, dok," sapa Sam.
"Selamat sore! Siapa yang mo diperiksa, silakan langsung naek ke ranjang," ujar Dr. DMC tanpa basa-basi lagi sambil sibuk menulis sebuah resep yang sepertinya resep untuk pasien sebelumnya.
"Ow, kami ke sini bukan untuk diperiksa. Kami adalah detektif yang sedang menyelidiki kematian seorang mahasiswi yang bernama Gadies. Kebetulan saksi kunci kematian Gadies adalah Red yang merupakan sahabat Gadies. Tapi ternyata Red hari ini mendadak meninggal dunia. Dokter adalah dokter yang mem-visum jenasah Red kan?"
"Ehm, iya," jawab Dr. DMC sambil membenarkan kaca matanya, yang berlensa +3 untuk yang sebelah kanan dan +3,5 untuk mata sebelah kiri, yang mulai melorot.
"Kami ingin mengetahui beberapa informasi mengenai hasil visum telah yang dilakukan."
"Sebenarnya pada tubuh si korban tidak ditemukan penyakit apa pun juga. Tapi di dalam lambungnya kami menemukan beberapa jarum pentol. Kemungkinan jarum itu tertelan dan menyebabkan dia meninggal dunia."
"O, begitu, dok. Jadi semuanya murni kecelakaan?"
"Ya, bisa dibilang begitu soalnya dia teledor dan menelan benda tajam. Tapi biasanya kejadian ini jarang sekali terjadi. Kemungkinan terjadi pada umat manusia di dunia ini sekitar 0,001%. Sungguh malang nasib anak itu."
"Kalo begitu terima kasih atas informasinya, dok. Kami permisi dulu," Dean dan Sam langsung beranjak dari tempat duduknya dan bergegas ke arah pintu.
Tapi, "Eh, mas. Siapa nama kalian tadi? Sepertinya kalian belom memperkenalkan diri dan belom menunjukan kartu identitas kalian?" ujar Dr. DMC ling-lung.
"Oh, saya adalah Officer Jason dan ini rekan saya Officer Wade. Maaf sudah merepotkan dokter." Dean dan Sam buru-buru meninggalkan ruangan dokter sebelum ketahuan.
------------------------------------
Di jalan menuju pintu keluar rumah sakit, Sam dan Dean bertemu dengan Ucha, Diaz, bu Delima, dan Ta2 yang juga menuju ke pintu keluar.
Sam dan Dean pun menghampiri mereka, "Good evening, ladies," sapa Dean.
"Oh, pak Jason dan pak Wade. Kalian belum pulang rupanya. Apakah kalian akan menghadiri pemakaman Red besok?" Tanya bu Delima, yang matanya masih terlihat merah karena menangis.
"Hm, besok pemakamannya dimana dan jam berapa, bu?" Tanya Sam.
"Besok jam 10.00 AM di daerah Jeruk Purut."
"Baiklah, kami akan datang ke pemakaman besok," janji Sam.
"Kami tunggu yach?!" Ujar Ucha dan Diaz sambil tersenyum manis..
"Sampai jumpa besok, officers," sambung Ta2 sambil melambaikan tangan.
Dan mereka pun berpisah di depan pintu rumah sakit. Dean dan Sam melaju dengan impala mereka dan para gadis (kecuali bu Delima kali, kan udah ibu-ibu ^_^ JK, red)
pulang dengan naik taksi.
------------------------------------
Di motel tempat Sam dan Dean menginap, mereka baru saja pulang dari rumah sakit.
"Dean, apa kau berpikir bahwa Red meninggal karena ketelen jarum pentol?" Sam memulai percakapan dengan melepaskan sepatu bootnya.
"Ada beberapa kemungkinan. Pertama, Red emang ga sengaja nelen tuh jarum. Kedua, Red memang sengaja makan tuh jarum. Ketiga, ada yang memasukannya secara paksa ke dalam lambungnya," Dean berusaha memaparkan pemikirannya.
"Kalo yang pertama, aku rasa ga mungkin deh. Masa’ dia makan jarum tapi ga kerasa.
Jarum itu kan keras Dean?! Kamu aja kalo makan nasi ada padinya langsung dilepehin semua makanan yang ada di mulutmu. Ini jarum! Masa’ ga kerasa sih nelen jarum?! Kalo yang kedua, ngapain dia nelen tuh jarum secara sengaja? Memangnya dia mo bunuh diri? Kalo yang ketiga, berarti ada hubungannya dengan ilmu hitam nih. Menurutmu, Dean, apakah kematian Red ini ada kaitannya dengan kematian Gadies?"
"Mungkin juga. Kita liat aja besok," ujar Dean sambil mengusap-usap dagunya yang kasar karena banyak jenggotanya yang udah lama ga dicukur.
------------------------------------
Besoknya di pemakaman, hadir beberapa orang terdekat seperti bu Delima, Ucha, Diaz, Ta2, mLn, Keane, Silv, dan beberapa dosen universitas Red.
Kemudian muncullah Sam dan Dean dari balik pohon beringin yang tua namun berdiri kokoh di belakang lokasi pemakaman Red.
Sam dan Dean pun menghampiri Ucha, Diaz, dan Ta2 yang berdiri di samping liang lahat yang akan jadi ‘rumah masa depan’ Red.
Sam pun memulai percakapan, "Eh, Ta. Siapa orang-orang yang menggunakan jas hitam itu?" Tanya Sam sambil memandang ke arah orang-orang yang berdiri di seberang mereka.
"Oh, itu dosen-dosennya Red," jawab Ta2.
Salah satu dosen itu membalas pandangan Sam dengan tajam.
"Kalo dosen yang lagi ngeliatin aku itu, siapa?" Tanya Sam lagi dan kali ini sambil menunduk.
"Itu pak a2n. Dia salah satu dosen yang mengajar Red. Kata Red sih, dia orangnya baik, ramah dan ga pelit nilai walaupun Red kadang-kadang suka ga ngerti mata kuliah yang diajar dia," jelas Ta2.
"Oh, gitu yach?! Hm, apakah pak a2n juga mengajar Gadies?"
"Yaeyalah, mereka kan satu jurusan. Tapi kalo kata Gadies sih, pak a2n itu orangnya ga perhatian sama mahasiswanya, dan suka pilih kasih gitu. Dia cuma doyan ngajar mahasiswinya aja."
"Oooo... Prbadi yang cukup unik yach di mata mahasiswanya," ujar Sam sambil tersenyum simpul.
Sementara itu, the coffin mulai dimasukan perlahan-lahan ke dalam lubang dengan diiringi suara dari hembusan angin kencang yang menggoyangkan daun-daun pohon beringin dan kamboja yang banyak terdapat di lokasi itu lalu suasana haru pun terjadi.
------------------------------------
Setelah pemakaman selesai, Ucha, Diaz, Ta2, Sam dan Dean mengobrol-ngobrol di warso (warung bakso), yang letaknya tidak jauh tapi lumayan jauh juga kalo jalan kaki dari lokasi pemakaman, sambil makan bakso.
"Ehm, kalo menurut kalian, Gadies dan Red itu gimana sih? Apakah mereka punya musuh?" Dean memulai percakapan dengan mulutnya yang penuh dengan bakso.
"Kalo Gadies itu orangnya pinter, baik, dan jujur. Kalo Red itu, orangnya agak rada males belajar tapi ga pelit soalnya aku suka minjem duit sama dia kalo uang kirimin bonyok abis sebelum akhir bulan. Hehehehe...," jawab Diaz.
"Kalo musuh.... rasanya ga ada deh. Soalnya mereka jarang cekcok sama orang," lanjut Ucha.
"Tapi, Cha kamu inget ga waktu Silv dateng ke kost-kostan dan nyari-nyari Red?"
Sambung Ta2.
"Iya... iya. Waktu itu Silv marah banget soalnya diputusin sama Red. Tapi kejadiannya udah lama banget, sekitar 2 tahun yang lalu. Emangnya, kalian mengira kalo Red itu dibunuh yach?"
"Ada kemungkinan, soalnya kami udah mengintrogasi dokter yang mem-visum Red.
Katanya ditemukan beberapa jarum pentol di dalam lambung Red. Hal itu yang menyebabkan kematian Red," jelas Dean.
"Tapi apa mungkin ada orang yang bisa memasukan jarum-jarum itu ke dalam perutnya Red?" Ujar Ucha penasaran.
"Eh, kalian jangan ngomong yang menjijikan donk. Aku kan lagi makan nih," keluh Diaz.
"Ah, cuma ngomong gitu aja kok menjijikan."
"Yaeyalah, kau kan mahasiswi kedokteran jadi udah biasa dengan hal-hal semacam itu tapi aku kan ga biasa," ujar Diaz sambil manyun 3cm.
"Terus apakah ada orang lain yang ada masalah dengan mereka berdua?" Sambung Sam.
"Hm... kalo mo dibilang orang yang ada masalah dengan mereka berdua, semuanya punya kali. Kalo aku tempo hari pernah ribut sama Gadies gara-gara kebiasaan dia buang sampah sembarangan di kost-kostan tapi aku ga ambil hati kok. Terus kalo Diaz, utangnya sama Red udah numpuk. Tempo hari mo ditagih Red tapi bilangnya ga ada uang melulu. Kalo Ucha... suka sebel sama Red soalnya suka numpang bobo’ di kamarnya Ucha dan Diaz, dan suka ngiler di bantalnya Ucha," jelas Ta2 sambil memutar-mutar otaknya, mencari file-file memori lama.
"Lagian si Red ngilernya ga ketulungan tapi mana mungkin aku mo bunuh dia cuma gara-gara dia ngiler di bantal aku," keluh Ucha.
"Ada lagi orang-orang yang punya masalah dengan mereka. mLn dan Keane, adik tingkat mereka. Gadies pernah cerita kalo mereka berdua dulunya musuh besarnya Red gara-gara Red pernah mengerjai mLn dan Keane abis-abisan pas OSPEK. Terus siapa lagi yach?
Ah, pak a2n. Pak a2n punya masalah juga sama Gadies gara-gara tempo hari pak a2n pernah mo diaduin sama rektor gara-gara sifat pilih kasihnya. Tapi setelah dibujuk oleh Red, Gadies ga jadi melaporkannya," sambung Ucha.
"Wah, ternyata semuanya punya masalah yach dengan Gadies dan Red," ujar Dean dengan sedikit tersenyum.
"Terus kalian tau ga soal boneka yang ada di kamarnya Red dan Gadies, yang ada tulisan ‘GADIES’ di badannya?" Tanya Sam teringat sama boneka item itu. "Itu mah, boneka kesayangannya Gadies. Itu boneka pemberian Red waktu Gadies ultah.
Memang sih buatan tangan sendiri tapi Red dengan segenap hati, jiwa dan raga membuatkannya untuk Gadies," jelas Ucha.
"Oooo... ternyata tuh boneka bukan perantara ilmu hitam toh?!"
"Santet maksudnya? Memangnya hal ini kedengerannya seperti kerjaan orang maen santet?" Ceplos Diaz.
"Santet? Apaan tuh?" Ujar Dean balik nanya.
"Bahasa kerennya mengguna-gunain orang, Jas," jawab Diaz.
"Oooo..." ujar Dean lugu.
Setelah selesai makan bakso, Diaz, Ucha, dan Ta2 diantar pulang ke kost-kostan naek impala sama Sam dan Dean.
------------------------------------
Malam hari, di motel tempat Sam dan Dean menginap.
Sam dan Dean bercakap-cakap seputar pembunuhan misterius yang terjadi.
Sam terlihat sibuk mengotak-ngatik laptop untuk mencari informasi mengenai santet yang baru saja mereka bicarakan.
"Dean, dari google aku menemukan informasi mengenai santet. Santet ini adalah ilmu hitam yang dipelajari oleh seorang dukun dimana santet ini digunakan untuk mengguna-gunai targetnya," ujar Sam sambil membacakan sebagian kecil informasi yang didapatnya dari internet.
"Menurutmu, Dean. Siapa diantara orang-orang yang mengenal Red dan Gadies yang bertampang mirip dukun?" sambung Sam.
"Hm... kalo Ta2, Diaz, Ucha, dan bu Delima rasanya tidak mungkin. Mereka adalah perempuan yang baik-baik dan manis," jawab Dean simple sambil senyum-senyum dan mengingat-ingat wajah mereka yang cute (narsis dikit bo’ ^_^ , red).
"Tapi belum tentu juga kalo orang tersebut secara langsung yang melakukannya, bagaimana kalo orang tersebut menyewa seorang dukun untuk melakukannya?" tanya Sam lagi.
"Bisa juga. Tapi kalo dipikir-pikir mLn, Keane, Silv, dan pak a2n lah yang mempunyai alasan kuat untuk membunuh Red dan Gadies," terka Dean.
"Berarti sekarang tersangka kita ada 4 orang. Kita akan mulai mencoba menyelidiki keseharian mereka besok. Ok?!"
"Fine."
------------------------------------
Besok pagi, Sam dan Dean mulai menyelidiki keseharian dari mLn dan Keane.
Di kampus mereka, Sam dan Dean memantau segala gerak-gerik mLn dan Keane. Mulai dari pagi mereka datang sambil lari-lari karena sudah telat masuk kelas Akuntansi Dasar.
Setelah selesai kuliah Akuntansi Dasar, mereka ke kantin makan siomay, bakso, es campur, pempek kapal selem, dan yang terakhir nasi goreng. Setelah perut mereka penuh dengan makanan-makanan itu, mereka kembali kuliah sampai dengan jam 01.00 PM.
Sehabis kuliah mereka langsung menuju mall GIM (Grandville Indah Mall) untuk ngeceng sambil cuci-cuci mata. Sampai jam 07.00 PM, mereka akhirnya selesai juga mengelilingi semua sudut-sudut mall ini sampe-sampe Sam dan Dean kewalahan mengikuti mereka. Pada saat perjalanan pulang, Sam dan Dean masih mengikuti mereka dari belakang mobil mLn dan Keane. Terlihat mereka menuju rumah mLn dan ternyata Keane mengantar mLn pulang. Setelah itu, Keane langsung menuju ke rumahnya.
Sam dan Dean pun kembali ke motel setelah seharian mengikuti mLn dan Keane.
------------------------------------
Sesampainya di motel,
"Dean, apakah kau berpikir bahwa mereka berdua punya niat untuk menyantet orang setelah kita bercapek-capek ria mengikuti mereka dari pagi sampe sore? Gila, kakiku pegel banget, kayaknya perlu nyewa tukang pijet nih," ujar Sam mengeluh sambil memijat-mijat betisnya yang terlihat membesar.
Dean yang langsung berbaring di ranjangnya, tidak mengeluarkan sepatah kata pun selain suara dengkurannya yang makin keras.
"Oh, Dean."
------------------------------------
Paginya, di motel.
Sam dan Dean bangun jam 10.00 AM karena kemaren kecapekan.
"Dean, gimana nih? Menurut hasil pengamatanku kemaren, tampaknya mereka berdua hanya 2 cewek banget yang hobi telat, makan, dan keliling mall."
"Belum tentu, Sam. Lebih baik kita ke rumah mereka aja. Mungkin di dalam rumah mereka ada benda-benda santet yang kita cari. Mumpung hari ini hari minggu, pasti mereka ada di rumah," usul Dean.
"Ok. Aku akan ke rumah mLn dan kau ke rumah Keane."
Setelah mereka bersiap-siap, mereka pun langsung menuju ke lokasi perburuan masing-masing.
------------------------------------
Beberapa menit kemudian, Sam sampai di rumah mLn.
"Spada.... Ada orang di rumah?" Panggil Sam dari depan pintu rumah mLn.
Tak berapa lama kemudian muncul mLn, "Hm, siapa yach?"
"Oh, permisi. Saya officer Wade. Kamu masih ingat saya?"
"Oh, tentu, officer Wade. Aku tidak akan pernah bisa melupakan anda," ujar mLn malu-malu.
"Silakan duduk, pak Wade," ujar mLn sambil mempersilakan Sam masuk.
"Kamu tinggal sendirian?" tanya Sam untuk memastikan rencananya akan berjalan dengan lancar.
"Orang tua saya lagi pergi keluar kota dan saya anak tunggal, jadi sekarang saya ditinggal sendirian. Kenapa memangnya, pak?"
"Oh, ga pa-pa. Rumah kamu terlihat sepi padahal ini kan hari minggu," jawab Sam ngeles.
"Hm, ada apa bapak mencari saya?" tanya mLn.
"Hm, begini. Saya ingin mengorek informasi lagi mengenai Red dan Gadies."
"Oh, mengenai itu. Apa lagi yang bisa saya bantu, pak? Oh, tunggu sebentar yach, pak saya ambilkan minuman dulu." mLn menuju ke dapur untuk mengambilkan minuman.
Situasi tersebut tidak disia-siakan Sam untuk memeriksa sudut-sudut rumah mLn.
Dari kamar-kamar, ruang keluarga, garasi, gudang, dan ruangan lainnya tapi hasilnya nihil.
Tak berapa lama Sam berhasil kembali duduk di ruang tamu, datanglah mLn membawa minuman.
"Maaf yach, pak agak lama soalnya saya mo buatin pak Wade jus jeruk tapi jeruk di kulkas abis jadi terpaksa saya ke warung dulu tadi," ujar mLn sambil menaruh segelas jus jeruk segar di meja.
"Oh, ga pa-pa. Harusnya kamu ga usah repot-repot, saya cuma sebentar kok."
Kemudian Sam berpura-pura mengangkat ponselnya, berbincang dengan suara yang tidak ada dan berakting seperti Sam harus segera pergi.
"Oh, maaf, sdri mLn. Saya harus segera pergi. Ada panggilan mendadak. Terima kasih atas minumannya." Sam langsung bergegas pergi setelah meneguk habis jus jeruk buatan mLn.
------------------------------------
Sam yang sudah sampai di motel, menunggu Dean pulang dari rumah Keane.
Tak berapa lama kemudian, Dean pulang.
"Gimana, Dean?"
"Nihil. Aku sudah periksa semua sudut ruangan yang ada di rumahnya tapi tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Kalo kau?"
"Sama, nihil. Walaupun rumahnya agak sedikit berantakan dan membuatku susah untuk menggeledah rumahnya tapi tampaknya tidak ada benda santet di rumahnya. Jadi sekarang tinggal 2 tersangka, Silv dan pak a2n."
"Ok. Besok kita akan memata-matai mereka sampai tuntas."
------------------------------------
Besok pagi di kampus, Sam memata-matai pak a2n dan Dean memata-matai Silv.
Mereka mengikuti target masing-masing dari pagi sampai malam hari, mereka singgah di rumah target masing-masing dan berusaha dengan segala cara untuk mengorek informasi yang bisa memberatkan mereka dengan menggeledah rumah Silv dan pak a2n dengan cara masing-masing. Setelah selesai, Sam dan Dean pun kembali ke motel dan menceritakan penyelidikan mereka.
"Gimana, Dean dengan Silv?" Ujar Sam yang baru pulang dari rumah pak a2n sambil membuka sepatu serta jaketnya.
"Silv, seorang mahasiswa yang pemalas. Suka tidur saat jam kuliah dan dikeluarkan oleh dosen yang bersangkutan karena telat 1 jam pada jam kuliah yang pertama. Makanan favoritnya nasi uduk mbok Ijah soalnya pagi tadi dia sarapan nasi uduk di situ, siangnya makan siang di sono juga, terus dibungkus untuk makan malem juga. Selesai kuliah, dia sering kongko-kongko di bawah pohon bersama dengan temen-temen satu gengnya.
Rumahnya, lebih tepatnya lagi mungkin gudang kali yach, penuh dengan barang-barang rongsokan dan sebagian besar perabotannya terbuat dari barang-barang bekas. Lumayan kreatif juga sih. Dia tinggal sendirian di rumahnya dan hobinya adalah maen musik ga jelas dengan gitar reotnya. Sepertinya hidupnya sudah penuh dengan hal-hal yang dia sukai dan menurutku tidak mungkin dia punya waktu untuk menyantet atau bekerja sama dengan seorang dukun untuk menyantet orang," jawab Dean.
"Kalo pak a2n gimana?"
Giliran Sam untuk bercerita, "Pak a2n, seorang dosen di jurusan Ekonomi Akuntansi yang memiliki kebiasaan bilang ‘ok’, entah sudah berapa kali dia bilang kata itu sampe aku bosen dengernya. Terus pak a2n itu adalah pengagum kaum hawa dan dia sudah memiliki 2 orang anak laki-laki dari istrinya yang sudah bercerai dengannya. Dan kalo di rumah hobinya adalah membaca dan membuat materi kuliah untuk besok harinya dan mejanya dipenuhi dengan kertas-kertas ujian dan kertas-kertas... entahlah aku ga tau soalnya tumpukan kertasnya udah menumpuk setinggi piramid di Mesir. Dia juga bercerita dengan antusias mengenai kesehariannya saat aku mengaku sebagai wartawan majalah ‘Akademik’. Kayaknya dia agak sedikit narsis deh soalnya dia selalu memuji-muji dirinya sendiri dengan bilang ‘saya ini dosen yang baik, itu kata mahasiswa saya...’.
Tampaknya pak a2n itu adalah seorang dosen biasa yang... agak sedikit narsis yang dipenuhi dengan kesibukan mengajarnya yang membuat aku berkesimpulan pak a2n itu bukanlah orang yang kita cari. Di rumahnya juga selain kertas-kertas dan buku-buku yang berserakan, tidak ditemukan barang-barang yang mencurigakan. Dan lagi dia adalah pecinta kaum hawa jadi mana mungkin dia akan tega mencelakai Red dan Gadies."
"Wah, kalo begitu siapa donk orang yang menggunakan santet itu?" ujar Dean sudah mulai putus asa.
"Aku ga tau, Dean mo cari kemana lagi. Apa kita perlu menghubungi Ta2, Diaz, dan Ucha lagi?"
"Ok, besok kita ke kost-kostan itu lagi."
------------------------------------
Besok paginya, di motel sebelum Sam dan Dean berangkat ke kost-kostan bu Delima.
"Ayo, Sam kita ke kost bu Delima," ajak Dean.
"Bentar, Dean aku lagi mencari-cari informasi mengenai santet itu di internet," Sam terlihat sibuk memangku laptopnya dan dengan gesitnya mencari-cari informasi.
"Ya udah, kamu nyusul aja. Aku pergi duluan soalnya aku udah kangen nih sama cewek-cewek itu," ujar Dean tersenyum sambil mengambil kunci impala.
"Yach... Dean. Ntar aku naek apa ke sana?" rengek Sam.
"Aih, naek becak aja. Kan kost-kostannya ga jauh juga," jawab Dean sambil meninggalkan Sam yang manyun di depan laptopnya.
Beberapa menit kemudian, Sam mendapat informasi yang mengatakan bahwa sejak berdirinya kost-kostan bu Delima sudah terjadi 98 kali pembunuhan misterius termasuk pembunuhan Red dan Gadies. Semua pembunuhan itu, tidak ditemukan pembunuhnya.
Dan sejak berdirinya, hanya ada 2 penghuni tetap yang ngekost di sana sampai sekarang, yaitu Ucha dan Diaz. Hal itu terlihat dari setiap kali ada wawancara mengenai pembunuhan itu mereka selalu terlihat di foto-foto berita pembunuhan tersebut.
"Oh, no," ujar Sam yang baru menyadari siapa penyantet yang sebenarnya dan bergegas menghubungi ponsel Dean tapi ternyata ponsel Dean lagi dicas dan ditinggalkannya di motel. Sam pun bergegas menyusul Dean ke kost-kostan bu Delima.
------------------------------------
Setibanya Sam di kost bu Delima, kost-kostan itu terlihat sepi. Semua pintu tertutup rapat. Sam pun terpaksa mengelilingi kost-kostan itu untuk mencari celah masuk ke dalam. Kemudian Sam pun melihat sebuah jendela yang kurang tertutup rapat dan berusaha masuk ke dalam. Setelah Sam berhasil masuk, dia pun clingak-clinguk mencari Dean di kegelapan. Rupanya kedatangan Sam telah ditunggu-tunggu. Sam pun berhasil dilumpuhkan oleh seseorang yang memukul kepalanya dengan pemukul kasti dari belakang.
Saat Sam tersadar, dia melihat Dean berada di depannya terikat di kursi sambil mencoba membangunkannya.
"Welcome, brother," sapa Dean.
"Dean?"
Sam yang masih terlihat ling-lung menggeleng-gelengkan kepalanya untuk mencoba memulihkan kesadarannya.
"Dean, apakah kau tau siapa penyantet yang sebenarnya?"
"Tentu saja aku tau. Mereka sudah memperkenalkan diri mereka padaku. Mereka adalah Ucha, Diaz, Ta2, dan bu Delima," jelas Dean.
Tak berapa lama kemudian, datanglah Ucha, Diaz, Ta2, dan bu Delima menyapa mereka dari balik pintu.
"Hi, my dear officer Jason," sapa Diaz dan Ucha yang mendekati Dean sambil mengelus dagu Dean dan menggodanya.
"Kalian sudah bangun rupanya. Selamat datang di dunia santet," kali ini bu Delima sebagai pimpinan mereka ikut menyapa Sam dan Dean.
"Kami tidak menyangka kalianlah dukun-dukun santet itu," ujar Sam.
Aksi Sam itu dibungkam oleh Ta2 yang mendekati Sam sambil membawa sebilah pisau dan mengelus-eluskannya di leher Sam, "ops, ck...ck...ck.... Kami lebih senang disebut witch daripada dukun, kurang keren."
"Ok. Sekarang apa mau kalian?" tanya Dean.
"Kami membutuhkan 2 orang lagi yang perlu dipersembahkan kepada Putri Kembang Dadar yang membuat wajah kami awet muda seperti ini. Tapi sayangnya kalian datang kepada kami pada saat yang tepat. Sebenernya kami sangat menyukai kalian tapi ini sudah deadline-nya dan kami belom menemukan orang yang mo ngekost di sini lagi," jawab Ucha masih sambil menggoda Dean.
"Ayo, anak-anak. Kita bawa mereka ke tempat persembahan. Kita harus mempersembahkan mereka tepat tengah hari," perintah bu Delima.
Lalu Ucha, Diaz, dan Ta2 menyeret Sam dan Dean yang masih terikat di kaki dan tangan mereka ke ruangan persembahan. Sesampainya di ruang persembahan, Sam dan Dean pun ditaruh di atas meja besar, "bruk..."
Bu Delima pun bersiap di depan meja kerjanya yang dipenuhi dengan bunga 7 rupa, menyan, dan sebaskom air. Tidak lupa juga keris pusaka warisan leluhur yang kira-kira berusia sekitar 15 abad. Ucha, Diaz, dan Ta2 bersiap-siap di tempat mereka masing-masing.
Mereka mengelilingi meja persembahan sambil memejamkan mata dan membaca mantra. Bu Delima terlihat sibuk membakar menyan dengan membaca mantra juga.
Sedangkan Sam dan Dean terlihat sibuk untuk melepaskan ikatan di kaki dan tangan mereka. Ikatan tangan Sam dan Dean pun terlepas. Melihat itu, Ucha, Diaz, dan Ta2 bergegas mencoba melumpuhkan Sam dan Dean supaya tidak kabur. Tapi ternyata ketiga wanita itu kewalahan dengan aksi Sam dan Dean. Mereka pun berhasil melepaskan ikatan kaki mereka. Tapi Ucha, Diaz, dan Ta2 pantang menyerah. Mereka mencoba melumpuhkan Sam dan Dean lagi tapi yang terjadi malah mereka yang dilumpuhkan oleh Sam dan Dean. Melihat situasi tersebut, bu Delima pun ikut membantu anak-anak didiknya. Dengan keris wasiat, bu Delima mencoba melumpuhkan Sam dan Dean.
Dengan kekuatan ilmu hitamnya, bu Delima bertarung habis-habisan dengan mereka berdua. Namun dengan kekompakan mereka, Sam dan Dean berhasil melumpuhkan bu Delima dengan membalikan ilmu hitamnya menggunakan cermin yang berada tidak jauh dari lokasi pertarungan. Diaz yang sekali lagi bangun, mencoba untuk menyerang Dean dari belakang tapi hal tersebut tidak menjadikan Dean kalah dalam pertarungan. Dean berhasil menusuk perut Diaz dengan keris wasiat dan berkata, "Sorry, lady. My name is not Jason but Dean."
Tengah hari pun sudah lewat. Di rumah bu Delima terjadi getaran seperti gempa bumi yang mulai meruntuhkan dinding-dinding dan atapnya. Rupanya Putri Kembang Dadar yang dipuja Diaz, Ucha, Ta2, dan bu Delima marah karena tumbal mereka belum dipersembahkan.
Lalu Sam dan Dean pun bergegas keluar dari bangunan yang akan roboh itu. Setelah mereka berhasil keluar, alhasil rumah itu pun langsung hancur berkeping-keping.
"Oh, Sam. Tampaknya ini perburuan supernatural yang sangat menarik," ujar Dean sambil ngos-ngosan.
"Ya, sangat menarik sampai membuat kita nyaris mati," jawab Sam yang juga masih ngos-ngosan.
Mereka pun meninggalkan kost-kostan yang sudah rata dengan tanah itu dan melaju ke tempat perburuan selanjutnya dengan impala mereka.
"Padahal aku sangat menyukai keempat wanita itu, kenapa harus mereka yang menjadi dalangnya?!" teriak Dean kesal dari dalam impala.
"Dean..."
THE END